HALAL DAN
HARAM
Pada suatu ketika
di jaman Nabi saw, ada seorang pencuri yang hendak bertobat, ia duduk di
majelis Nabi saw dimana para sahabat duduk berdesak-desakkan dalam mesjid
Nabawi. Suatu ketika dia menangkap perkataan Nabi saw, “Barangsiapa meninggalkan
sesuatu yang haram karena Alloh, maka suatu ketika dia akan memperoleh yang
haram itu dalam keadaan halal.” Sungguh dia tidak memahami maksudnya,
apalagi ketika para sahabat mendiskusikan hal tersebut, sehingga dia merasa
tersisihkan.
Akhirnya malampun
semakin larut, sang pencuri lapar. Keluarlah dia dari mesjid demi untuk
melupakan rasa laparnya. Di suatu gang
tempat dia berjalan, dia mendapati suatu rumah yang pintunya agak terbuka.
Dengan insting pencurinya yang tajam, ia dapat melihat dalam gelap, bahwa pintu
itu tidak terkunci... dan timbullah peperangan dalam hatinya untuk mencuri atau
tidak. “Tidak”, ia merasa tidak boleh mencuri lagi, namun
tiba-tiba timbul bisikan aneh, “Jika kamu tidak mencuri, mungkin akan ada
pencuri lainnya yang belum tentu seperti
kamu.” Menjadi berpikirlah dia,
maka diputuskan hendak memberitahukan pemiliknya di dalam agar mengunci pintu
rumahnya karena sudah lewat tengah malam.
Dia hendak
memberi salam, namun timbul kembali suara tadi, “Hai pemuda! Bagaimana kalau
ternyata di dalam ada pencuri dan pintu ini terbuka ternyata olehnya, bila
engkau mengucap salam... akan kegetlah dia dan bersembunyi, alangkah baiknya
jika engkau masuk diam-diam dan memergoki dia dengan menangkap. ‘Ah... benar
juga.’ Pikirnya. Maka masuklah ia dengan tanpa suara... ruangan rumah tersebut
agak luas, ia melihat sekelilingnya ada satu meja yang penuh makanan – timbul
keinginannya untuk mencuri lagi, namun
segera ia sadar – “Tidak”, aku tidak boleh mencuri lagi.”
Masuklah ia dengan
hati-hati, “Heh... syukurlah tidak ada pencuri berarti memang sang pemilik
yang lalai mengunci pintu. Tiba-tiba terdengar dengkuran halus dari sudut
ruang...” Ah... ternyata ada yang tidur
mungkin sang pemilik.” Ternyata dia
adalah seorang perempuan cantik. Tanpa sadar kakinya telah melangkah
mendekati tempat tidur, perasaannya berkecamuk, macam-macam
yang ada dalam hatinya. Kecantikan, tidak lengkapnya busana yang dikenakan
perempuan tersebut, sehingga timbul hasrat kotor untuk memperkosanya. Begitu
besarnya, sehingga keluar keringat dinginnya. Tak disangka dia sudah duduk
mematung disamping tempat tidur... “Tidak”, “Aku tidak boleh
melakukan ini, aku ingin bertobat dan tidak mau menambah dosa yang ada,
‘Tidak”!! segera ia memutar badannya untuk pergi. Ia bermaksud untuk mengetuk
pintu dan mengucapkan salam dari luar. Ketika akan menuju pintu keluar, ia
melewati meja makan tadi, tiba-tiba terdengar bunyi dalam perutnya... ia lapar.
Tak lama kemudian timbul suara aneh lagi, “Bagus, hai pemuda yang baik,
bagaimana ringankah sekarang perasaannmu setelah melawan hawa nafsu birahimu?”
‘eh-eh,ya.” Hatinya menjawab. Ada perasaan bangga dalam hatinya dapat melawan
hawa nafsunya. Suara itu berkata lagi, “Maka sudah sepatutnya engkau memperoleh
ganjaran dari sang pemilik atas perbuatan baikmu itu. Ambilah sedikit makanan
untuk mengganjal perutnya agar tidak timbul perasaan dan keinginan mencuri
lagi.”
Dia merenung
sebentar, patutkah ia berbuat begitu. Tiba-tiba ia tersadar serta berucap dalam
hatinya, “Engkau dari tadi yang berbicara dan memberi nasehat kepadaku,
tapi nasihatmu itu telah menjadikan aku was-was, tidak! Aku tidak akan
mendengarkan nasihatmu. Bila engkau engkau Tuhan, tidak akan memberi nasihat
seperti ini. Pasti engkau Setan...” (hening). “celaka aku, bila ada orang yang
luar dan melihat perbuatanku... aku harus keluar.”
Maka tergesa-gesa
ia keluar rumah perempuan tersebut, ketika tiba dihadapan pintu, ia mengetuk
pintu dengan keras dan mengucap salam yang terdengar serak menakutkan. Ia
merasa khawatir akan suara yang berubah, tanpa memastikan pemiliknya mendengar
atau tidak, kembali menuju mesjid dengan perasaan galau namun lega, karena
tidak ada orang yang memergokinya.
Sesampai di
mesjid, ia melihat Nabi saw sedang berdiri sholat. Di sudut ruang ada orang yang
sedang membaca Al-Quran dengan khusu’ sambil meneteskan air mata, di
sudut-sudut lain terdapat para sahabat dan ahli shuffah tidur. Ia mengenang
kembali akan pengalaman yang baru dia alami, ia bersyukur atas pertolongan
Alloh yang menguatkan hatiku. “Tapi... tidak didengar bisikan Alloh di
hatiku, apakah Alloh marah kepadaku?” lau ia menghampiri sudut ruang
mesjid duduk dekat pintu, dekat orang yang membaca Al-Quran.
Di tengah
melamunnya ia mendengar sayup, namun jelas bait-nait ayat suci...” Dan
mereka semuanya (di padang makhsyar)
akan berkumpul menghadap kehadirat Alloh, lalu berkatalah orang-orang yang
lemah kepada orang-orang yang sombong, ‘Sesungguhnya kami dahulu adalah
pengikutmu, maka dapatkah kamu menghindarkan daripada kami azab Alloh (walaupun)
sedikit saja? Mereka menjawab ‘seandainya Alloh memberi petunjuk kepada kami, niscaya kami dapat memberi petunjuk
kepadamu. Sama saja bagi kita apakah kita mengeluh ataukah bersabar,
sekali-kali kita tidak mempunyai tempat untuk melarikan diri.” (QS. 14:21)
“Dan
berkatalah setan tatkala perkara (hisab) setelah diselesaikan, “Sesungguhnya
Alloh telah menjanjikan kepadamu janji yang benar dan akupun telah menjanjikan kepadamu tetapi
aku menyalahinya. Sekali-kali tidakada
kekuasaan bagiku terhadap terhadapmu, melainkan sekedar menyeru kamu lalu kamu
mematuhi seruanku, oleh sebab itu janganlah kamu mencerca aku, akan tetapi
cercalah dirimu sendiri. Aku sekali-kali tidak dapat menolongmu dan kamupun
sekali-kali tidak dapat menlongku. Sesungguhnya aku tidak membenarkan
perbuatanmu mempersekutukan Alloh. Sesungguhnya orang-orang dzolim mendapat
siksaan yang pedih.” (QS.14:22)
Bergetarlah hatinya
mendengar perkataan Alloh yang didengarnya, berkatalah hatinya, “Engkau
berbicara kepadakukah, ya Alloh,?” terasa lapang hatinya, semakin asyik
mendengarkan bacaan suci itu, maka lupalah dia akan rasa laparnya, badannya
terasa segar, sukup lama ia mendengarkan bacaan orang itu, hingga tiba-tiba
tersentak, karena bacaan itu dihentikan dengan ucapan menjaab salam. Terlihat olehnya
seorang pria tua bersama seorang perempuan yang masuk langsung menuju tempat
Nabi saw yang sedang duduk berdzikir. “Dan wajah perempuan itu... adalah wajah
perempuan tadi...!!!??? dia tersentak kaget setelah jelas melihat wajah
perempuan tersebut. Hatinya gelisah, “Apakah tadi ketika aku berda di ruangan
itu sang perempuan pura-pura tidur dan melihat wajahnya? Ataukah ada orang yang
diam-diam melihatnya, mungkin pria tua yang bersamanya adalah orang yang
diam-diam memergokinya ketika ia keluar dan mengetuk pintu rumahnya? Ah...
celaka.....” Aku .....takut, aduh bagaimana nih...?
Hatinya berkecamuk,
tubuhnya gemetar, tidak mampu ia menggerakkan anggota tubuhnya untuk
bersembunyi atau pergi, apalagi tampak olehnya pria yang tadi membaca Al-Quran
hendak tidur dan tak lama pun mendengkur. Dan ia melihat mereka telah berbicara
dengan Nabi saw.... “celaka” pikirnya panik!!
Hampir celentang
jatuh ia ketika terdengar suara Nabi saw, “Hai fulan, kemarilah!”
dengan perlahan dan perasaan takut ia mendekat. Ia berusaha menundukkan
wajahnya.
Ia mendengar sang
perempuan masih berbicara kepada Nabi saw, “... benar ya Rosululloh, saya
sangat takut pada saat itu saya bermimpi rumah saya kemasukan orang yang hendak
mencuri, dia mendekati saya dan hendak memperkosa saya, ketika saya berontak...
ternyata itu hanya mimpi. Namun ketika saya melihat sekelilingnya ternyata
pintu rumah saya terbuka sebagimana mimpi saya dan ada suara menyeramkan yang
membuat saya takut. Maka segera saya menuju rumah paman untuk meminta dicarikan
suami buat saya, agar kejadian yang dimimpi saya tidak terjadi bila ada suami
yang melindungi. Sehingga beliau mengajak saya menemui engkau di sini agar
memilihkan calon suami untuk saya.”
Nabi saw memandang
kepada pemuda bekas pencuri, lalu berkata.”Hai, Fulan, karena tidak ada
pria yang bangun kecuali engkau saat ini, maka aku tawarkan padamu, maukah
engakau menjadi suaminya”. Terkejut ia mendengar itu, cepat-cepat ia
mengangguk.
Dan setelah sholat
shubuh, Nabi saw mengumumkan hal ini dan meminta para sahabat
mengumpulkan dana untuk mengadakan pernikahan dan pembayaran mas kawin si
pemuda ini. Setelah pernikahannya,
tahulah ia akan perkataan Nabi saw yang lalu, “Barangsiapa yang
meninggalkan sesuatu yang haram karena Alloh, maka suatu ketika dia akan
memperoleh yang haram itu dalam keadaaan halal.”
Sekarang si
pemuda itu dapat memakan makanan bersama perempuan itu dan berumah tangga
dengan halal.
(lembaran da’wah
Ummul Qura’)
ليست هناك تعليقات:
إرسال تعليق