Hidup dan
Berjuang
Dari mana anda berasal,
untuk apa anda hadir di bumi, mau kemana
anda setelah hidup di bumi, adalah tiga pertanyaan filosofis mendasar yang
mesti terjawab sebelum anda melakukan
berbagai aktivitas kehidupan, apalagi bila anda terlibat dalam sebuah
perjuangan menegakkan syariat islam. Jawaban atas tiga pertanyaan itu akan
mendasari anda dalam hidup dan berjuang.
Sepintas pertanyaan tersebut
tampak sederhana dan bahkan sudah ada
pada benak kita. Tapi manakala melihat realitas kehidupan dewasa ini, banyak
orang yang menyebut dirinya berjuang, ternyata apa yang dilakukannya tidak ada
hubungannya dengan tiga pertanyaan di atas.
ada tiga kelompok kehidupan manusia dalam menjalani hidup dan
berjuang:
1. PERTAMA, terbelenggu dalam ketidaktahuan, maksudnya adalah orang –orang yang tidak
peduli akan sejarah asalnya, tugas dan tujuan hidupnya, hidupnya hanya
mengikuti arus yang ada, kemana arus kebanyakan manusia, kesitulah mereka ikut
atau ikut kepada orang yang dihormati, disegani atau punya pengaruh. Mereka
jalani hidupnya tanpa makna, kehadiran mereka ibarat paku yang menancap pada
lubang yang longgar. Kehidupan mereka terjebak dalam kerjanya yang semu, tanpa
target yang jelas, tanpa idealisme yang harus diperjuangkan. Hidupnya monoton tanpa
cinta, emosi, makna dan nilai. Hidupnya penuh dengan hawa nafsu yang tida kterkontrol.
Sulit baginya untuk diajak berbicara hal-hal yang berhubungan dengan filosofis
bahkan teoritispun mereka tidak mau tahu, yang penting baginya bisa makan, punya rumah
plus “istri” dan lain-lain.
Kelompok inilah yang membuat suasana hidup tidask
kondusif karena mereka mudah terpengaruh oleh ajakan-ajakan, rayuan-rayuan yang
mengarah pada hal-hal negatif. Hal ini nampak jelas terlihat di setiap pesta
demokrasi. Banyak orang-orang yang termasuk kelompok ini ikut meramaikan
kampanye, mereka ganti-ganti, hari ini ikut partai “A”, besok ikut partai “B”,
dan besoknya lagi ikut partai “C”, terus bergantian yang penting bagi mereka
mendapat makan dan kepuasan. Dalam dirinya tidak ada yang mesti diperjuangkan.
Mereka tidak tahu mana yang harus diperjuangkan dan mana yang tidak boleh
diperjuangkan
Konsekuensinya, kelompok ini suatu saat akan menyesal
manakala sistem hidup masyarakat, bangsa dan negara tidak membaik. Dan mereka
akan merasakan imbasnya akibat ketidaktahuannya. Tidak hanya mereka yang akan
merasakan, orang-orang yang tidak sekelompok dengan mereka akan merasakan
ketidaknyamanan.
Maka disinilah kewajiban kita memberikan peringatan
kepada saudara-saudara seaqidah, untuk selalu memikirkan terlebih dahulu
sebelum melaksanakan berbagai aktivitas, apakah aktivitas yang akan
dilakukannya akan membawa ke arah kebaikan masyarakat.
kebencian manusia disekitarnya.
2.
KEDUA, Orang-orang yang hidup dan berjuang
dengan menyangkutkan pada tiga pertanyaan di atas. Namun jawaban atas
pertanyaan tersebut, mereka standarkan pada akal yang bersifat pragmatis .
Mereka menjawab asal sejarah, tugas dan tujuan hidupnya pada pikirannya. Mereka
merasa yakin bahwa itulah yang terbaik yang harus ditegakkan dalam kehidupan
pribadinya. Mereka menyangka bahwa dengan hasil pemikirannya dapat
membahagiakannya.
Ada pelajaran darik kisah hidup Socrates, dia habiskan
waktunya untuk menjawab pertanyaan filosofis, adari mana, untuk apa, dan mau
kemana. Dengan perenungan dan berpikir lahirlah berbagi faham. Sejarah mencatat
hidupnya berakhir bunuh diri minum racun
dengan meninggalkan secarik kertas yang berbunyi, “ Hanya satu yang saya
ketahui, bahwa saya tidak tahu tentang hidup.”
Akal pikiran
manusia terlalu naif untuk memikirkan asal, tugas, dan tujuan hidupnya. Pemiran
manusia terlalu sia-sia untuk diperjuangkan. Kehormatan yang diperolehnya
melalui idealismenya hanya fatamorgana.
3.
KETIGA, orang-orang yang menyandarkan
jawaban tentang kehidupannya hanya kepada Alloh Ta’ala. Manusia berasal bukan
dari kera, hidup dan berjuang bukan untuk menemani setan, tapi untuk menuju
surga Alloh. Ridho Alloh adalah kehidupan yang dicita-citakan, karena dengan
itulah kehidupan hakiki dapat terwujud.
Cara hidup dan berjuang harus sesuai dengan nilai-nilai Islam yang telah
dicontohkan nabi Muhammad saw. Pendek kata hidupnya berpegang pada al-qur’an
dan assunnah.
Mungkin dari
benak Anda bertanya bagaimana bisa
menjalaninya...?
Langkah pertama : baca buku tentang keislamn, temui alim
ulama yang dipercaya, bergaullah dengan teman seakidah yang wara.
Akhirnya semoga uraian ini bisa menjadi “catatan kecil”
dalam melihat realitas kehidupan saat ini. Di tengah banyaknya kelompok islam
dan berkobarnya bendera-bendera partai, yang terkadang kita sulit
mengidentifikasi, mana yang betul-betul memperjuangkan keadilan, kebenaran dan
kesejahteraan, mana yang hanya fatamorgana, mana yang punya prinsif, mana yang
hanya ikut-ikutan.
Sebagai muslim ada standar tersendiri dalam memberikan
penilaian dan dukungan, tidak asal-asalan, tidak dengan sakit hati, tapi dengan
cinta dan kasih sayang, rahmat bagi alam disekitarnya.
Dede Muharam, S.Ag
ليست هناك تعليقات:
إرسال تعليق