الجمعة، 15 فبراير 2013

KISAH TEGANG DAN MENGHARUKAN



HALAL  DAN  HARAM

Pada suatu ketika di jaman Nabi saw, ada seorang pencuri yang hendak bertobat, ia duduk di majelis Nabi saw dimana para sahabat duduk berdesak-desakkan dalam mesjid Nabawi. Suatu ketika dia menangkap perkataan Nabi saw, “Barangsiapa meninggalkan sesuatu yang haram karena Alloh, maka suatu ketika dia akan memperoleh yang haram itu dalam keadaan halal.” Sungguh dia tidak memahami maksudnya, apalagi ketika para sahabat mendiskusikan hal tersebut, sehingga dia merasa tersisihkan.

Akhirnya malampun semakin larut, sang pencuri lapar. Keluarlah dia dari mesjid demi untuk melupakan rasa laparnya.  Di suatu gang tempat dia berjalan, dia mendapati suatu rumah yang pintunya agak terbuka. Dengan insting pencurinya yang tajam, ia dapat melihat dalam gelap, bahwa pintu itu tidak terkunci... dan timbullah peperangan dalam hatinya untuk mencuri atau tidak. “Tidak”, ia merasa tidak boleh mencuri lagi, namun tiba-tiba timbul bisikan aneh, “Jika kamu tidak mencuri, mungkin akan ada pencuri  lainnya yang belum tentu seperti kamu.”  Menjadi berpikirlah dia, maka diputuskan hendak memberitahukan pemiliknya di dalam agar mengunci pintu rumahnya karena sudah lewat tengah malam.

Dia hendak memberi salam, namun timbul kembali suara tadi, “Hai pemuda! Bagaimana kalau ternyata di dalam ada pencuri dan pintu ini terbuka ternyata olehnya, bila engkau mengucap salam... akan kegetlah dia dan bersembunyi, alangkah baiknya jika engkau masuk diam-diam dan memergoki dia dengan menangkap. ‘Ah... benar juga.’ Pikirnya. Maka masuklah ia dengan tanpa suara... ruangan rumah tersebut agak luas, ia melihat sekelilingnya ada satu meja yang penuh makanan – timbul keinginannya untuk mencuri  lagi, namun segera ia sadar – “Tidak”, aku tidak boleh mencuri lagi.”
Masuklah ia dengan hati-hati, “Heh... syukurlah tidak ada pencuri berarti memang sang pemilik yang lalai mengunci pintu. Tiba-tiba terdengar dengkuran halus dari sudut ruang...”  Ah... ternyata ada yang tidur mungkin sang pemilik.”  Ternyata dia adalah seorang perempuan cantik. Tanpa sadar kakinya telah melangkah mendekati  tempat  tidur, perasaannya berkecamuk, macam-macam yang ada dalam hatinya. Kecantikan, tidak lengkapnya busana yang dikenakan perempuan tersebut, sehingga timbul hasrat kotor untuk memperkosanya. Begitu besarnya, sehingga keluar keringat dinginnya. Tak disangka dia sudah duduk mematung disamping tempat tidur... “Tidak”, “Aku tidak boleh melakukan ini, aku ingin bertobat dan tidak mau menambah dosa yang ada, ‘Tidak”!! segera ia memutar badannya untuk pergi. Ia bermaksud untuk mengetuk pintu dan mengucapkan salam dari luar. Ketika akan menuju pintu keluar, ia melewati meja makan tadi, tiba-tiba terdengar bunyi dalam perutnya... ia lapar. Tak lama kemudian timbul suara aneh lagi, “Bagus, hai pemuda yang baik, bagaimana ringankah sekarang perasaannmu setelah melawan hawa nafsu birahimu?” ‘eh-eh,ya.” Hatinya menjawab. Ada perasaan bangga dalam hatinya dapat melawan hawa nafsunya. Suara itu berkata lagi, “Maka sudah sepatutnya engkau memperoleh ganjaran dari sang pemilik atas perbuatan baikmu itu. Ambilah sedikit makanan untuk mengganjal perutnya agar tidak timbul perasaan dan keinginan mencuri lagi.”

Dia merenung sebentar, patutkah ia berbuat begitu. Tiba-tiba ia tersadar serta berucap dalam hatinya, “Engkau dari tadi yang berbicara dan memberi nasehat kepadaku, tapi nasihatmu itu telah menjadikan aku was-was, tidak! Aku tidak akan mendengarkan nasihatmu. Bila engkau engkau Tuhan, tidak akan memberi nasihat seperti ini. Pasti engkau Setan...” (hening). “celaka aku, bila ada orang yang luar dan melihat perbuatanku... aku harus keluar.”
Maka tergesa-gesa ia keluar rumah perempuan tersebut, ketika tiba dihadapan pintu, ia mengetuk pintu dengan keras dan mengucap salam yang terdengar serak menakutkan. Ia merasa khawatir akan suara yang berubah, tanpa memastikan pemiliknya mendengar atau tidak, kembali menuju mesjid dengan perasaan galau namun lega, karena tidak ada orang yang memergokinya.

Sesampai di mesjid, ia melihat Nabi saw sedang berdiri sholat. Di sudut ruang ada orang yang sedang membaca Al-Quran dengan khusu’ sambil meneteskan air mata, di sudut-sudut lain terdapat para sahabat dan ahli shuffah tidur. Ia mengenang kembali akan pengalaman yang baru dia alami, ia bersyukur atas pertolongan Alloh yang menguatkan hatiku. “Tapi... tidak didengar bisikan Alloh di hatiku, apakah Alloh marah kepadaku?” lau ia menghampiri sudut ruang mesjid duduk dekat pintu, dekat orang yang membaca Al-Quran.

Di tengah melamunnya ia mendengar sayup, namun jelas bait-nait ayat suci...” Dan mereka semuanya (di  padang makhsyar) akan berkumpul menghadap kehadirat Alloh, lalu berkatalah orang-orang yang lemah kepada orang-orang yang sombong, ‘Sesungguhnya kami dahulu adalah pengikutmu, maka dapatkah kamu menghindarkan daripada kami azab Alloh (walaupun) sedikit saja? Mereka menjawab ‘seandainya Alloh memberi petunjuk kepada  kami, niscaya kami dapat memberi petunjuk kepadamu. Sama saja bagi kita apakah kita mengeluh ataukah bersabar, sekali-kali kita tidak mempunyai tempat untuk melarikan diri.” (QS. 14:21)

“Dan berkatalah setan tatkala perkara (hisab) setelah diselesaikan, “Sesungguhnya Alloh telah menjanjikan kepadamu janji yang benar  dan akupun telah menjanjikan kepadamu tetapi aku menyalahinya. Sekali-kali  tidakada kekuasaan bagiku terhadap terhadapmu, melainkan sekedar menyeru kamu lalu kamu mematuhi seruanku, oleh sebab itu janganlah kamu mencerca aku, akan tetapi cercalah dirimu sendiri. Aku sekali-kali tidak dapat menolongmu dan kamupun sekali-kali tidak dapat menlongku. Sesungguhnya aku tidak membenarkan perbuatanmu mempersekutukan Alloh. Sesungguhnya orang-orang dzolim mendapat siksaan yang pedih.” (QS.14:22)

Bergetarlah hatinya mendengar perkataan Alloh yang didengarnya, berkatalah hatinya, “Engkau berbicara kepadakukah, ya Alloh,?” terasa lapang hatinya, semakin asyik mendengarkan bacaan suci itu, maka lupalah dia akan rasa laparnya, badannya terasa segar, sukup lama ia mendengarkan bacaan orang itu, hingga tiba-tiba tersentak, karena bacaan itu dihentikan dengan ucapan menjaab salam. Terlihat olehnya seorang pria tua bersama seorang perempuan yang masuk langsung menuju tempat Nabi saw yang sedang duduk berdzikir. “Dan wajah perempuan itu... adalah wajah perempuan tadi...!!!??? dia tersentak kaget setelah jelas melihat wajah perempuan tersebut. Hatinya gelisah, “Apakah tadi ketika aku berda di ruangan itu sang perempuan pura-pura tidur dan melihat wajahnya? Ataukah ada orang yang diam-diam melihatnya, mungkin pria tua yang bersamanya adalah orang yang diam-diam memergokinya ketika ia keluar dan mengetuk pintu rumahnya? Ah... celaka.....” Aku .....takut, aduh bagaimana nih...?

Hatinya berkecamuk, tubuhnya gemetar, tidak mampu ia menggerakkan anggota tubuhnya untuk bersembunyi atau pergi, apalagi tampak olehnya pria yang tadi membaca Al-Quran hendak tidur dan tak lama pun mendengkur. Dan ia melihat mereka telah berbicara dengan Nabi saw.... “celaka” pikirnya panik!!
Hampir celentang jatuh ia ketika terdengar suara Nabi saw, “Hai fulan, kemarilah!” dengan perlahan dan perasaan takut ia mendekat. Ia berusaha menundukkan wajahnya.
Ia mendengar sang perempuan masih berbicara kepada Nabi saw, “... benar ya Rosululloh, saya sangat takut pada saat itu saya bermimpi rumah saya kemasukan orang yang hendak mencuri, dia mendekati saya dan hendak memperkosa saya, ketika saya berontak... ternyata itu hanya mimpi. Namun ketika saya melihat sekelilingnya ternyata pintu rumah saya terbuka sebagimana mimpi saya dan ada suara menyeramkan yang membuat saya takut. Maka segera saya menuju rumah paman untuk meminta dicarikan suami buat saya, agar kejadian yang dimimpi saya tidak terjadi bila ada suami yang melindungi. Sehingga beliau mengajak saya menemui engkau di sini agar memilihkan calon suami untuk saya.”

Nabi saw memandang kepada pemuda bekas pencuri, lalu berkata.”Hai, Fulan, karena tidak ada pria yang bangun kecuali engkau saat ini, maka aku tawarkan padamu, maukah engakau menjadi suaminya”. Terkejut ia mendengar itu, cepat-cepat ia mengangguk.
Dan setelah sholat shubuh, Nabi  saw  mengumumkan hal ini dan meminta para sahabat mengumpulkan dana untuk mengadakan pernikahan dan pembayaran mas kawin si pemuda ini.  Setelah pernikahannya, tahulah ia akan perkataan Nabi saw yang lalu, “Barangsiapa yang meninggalkan sesuatu yang haram karena Alloh, maka suatu ketika dia akan memperoleh yang haram itu dalam keadaaan halal.”

Sekarang si pemuda itu dapat memakan makanan bersama perempuan itu dan berumah tangga dengan halal.

(lembaran da’wah Ummul Qura’)

الخميس، 14 فبراير 2013

FOSTER aL-QURAN 30 JUZ

foster 30 juz hiasan terhindah di rumah Anda ukuran 102 cm x 68 cm.
Anda berminat hubungi 0815 6210 831

TIGA KELOMPOK MANUSIA



Hidup dan Berjuang

Dari mana anda berasal, untuk  apa anda hadir di bumi, mau kemana anda setelah hidup di bumi, adalah tiga pertanyaan filosofis mendasar yang mesti terjawab sebelum anda  melakukan berbagai aktivitas kehidupan, apalagi bila anda terlibat dalam sebuah perjuangan menegakkan syariat islam. Jawaban atas tiga pertanyaan itu akan mendasari  anda dalam hidup dan berjuang.

Sepintas pertanyaan tersebut tampak sederhana  dan bahkan sudah ada pada benak kita. Tapi manakala melihat realitas kehidupan dewasa ini, banyak orang yang menyebut dirinya berjuang, ternyata apa yang dilakukannya tidak ada hubungannya dengan tiga pertanyaan di atas. 

ada tiga kelompok  kehidupan manusia dalam menjalani hidup dan berjuang:

1.    PERTAMA,   terbelenggu dalam ketidaktahuan, maksudnya adalah orang –orang yang tidak peduli akan sejarah asalnya, tugas dan tujuan hidupnya, hidupnya hanya mengikuti arus yang ada, kemana arus kebanyakan manusia, kesitulah mereka ikut atau ikut kepada orang yang dihormati, disegani atau punya pengaruh. Mereka jalani hidupnya tanpa makna, kehadiran mereka ibarat paku yang menancap pada lubang yang longgar. Kehidupan mereka terjebak dalam kerjanya yang semu, tanpa target yang jelas, tanpa idealisme yang harus diperjuangkan. Hidupnya monoton tanpa cinta, emosi, makna dan nilai. Hidupnya penuh dengan hawa nafsu yang tida kterkontrol. Sulit baginya untuk diajak berbicara hal-hal yang berhubungan dengan filosofis bahkan teoritispun mereka tidak mau tahu,  yang penting baginya bisa makan, punya rumah plus “istri” dan lain-lain.

Kelompok inilah yang membuat suasana hidup tidask kondusif karena mereka mudah terpengaruh oleh ajakan-ajakan, rayuan-rayuan yang mengarah pada hal-hal negatif. Hal ini nampak jelas terlihat di setiap pesta demokrasi. Banyak orang-orang yang termasuk kelompok ini ikut meramaikan kampanye, mereka ganti-ganti, hari ini ikut partai “A”, besok ikut partai “B”, dan besoknya lagi ikut partai “C”, terus bergantian yang penting bagi mereka mendapat makan dan kepuasan. Dalam dirinya tidak ada yang mesti diperjuangkan. Mereka tidak tahu mana yang harus diperjuangkan dan mana yang tidak boleh diperjuangkan

Konsekuensinya, kelompok ini suatu saat akan menyesal manakala sistem hidup masyarakat, bangsa dan negara tidak membaik. Dan mereka akan merasakan imbasnya akibat ketidaktahuannya. Tidak hanya mereka yang akan merasakan, orang-orang yang tidak sekelompok dengan mereka akan merasakan ketidaknyamanan.

Maka disinilah kewajiban kita memberikan peringatan kepada saudara-saudara seaqidah, untuk selalu memikirkan terlebih dahulu sebelum melaksanakan berbagai aktivitas, apakah aktivitas yang akan dilakukannya akan membawa ke arah kebaikan masyarakat.
kebencian manusia disekitarnya.

2.      KEDUA, Orang-orang yang hidup dan berjuang dengan menyangkutkan pada tiga pertanyaan di atas. Namun jawaban atas pertanyaan tersebut, mereka standarkan pada akal yang bersifat pragmatis . Mereka menjawab asal sejarah, tugas dan tujuan hidupnya pada pikirannya. Mereka merasa yakin bahwa itulah yang terbaik yang harus ditegakkan dalam kehidupan pribadinya. Mereka menyangka bahwa dengan hasil pemikirannya dapat membahagiakannya.
Ada pelajaran darik kisah hidup Socrates, dia habiskan waktunya untuk menjawab pertanyaan filosofis, adari mana, untuk apa, dan mau kemana. Dengan perenungan dan berpikir lahirlah berbagi faham. Sejarah mencatat hidupnya berakhir  bunuh diri minum racun dengan meninggalkan secarik kertas yang berbunyi, “ Hanya satu yang saya ketahui, bahwa saya tidak tahu tentang hidup.”

Akal  pikiran manusia terlalu naif untuk memikirkan asal, tugas, dan tujuan hidupnya. Pemiran manusia terlalu sia-sia untuk diperjuangkan. Kehormatan yang diperolehnya melalui idealismenya hanya fatamorgana.

3.      KETIGA, orang-orang yang menyandarkan jawaban tentang kehidupannya hanya kepada Alloh Ta’ala. Manusia berasal bukan dari kera, hidup dan berjuang bukan untuk menemani setan, tapi untuk menuju surga Alloh. Ridho Alloh adalah kehidupan yang dicita-citakan, karena dengan itulah kehidupan hakiki dapat  terwujud. Cara hidup dan berjuang harus sesuai dengan nilai-nilai Islam yang telah dicontohkan nabi  Muhammad saw.  Pendek kata hidupnya berpegang pada al-qur’an dan assunnah.

Mungkin  dari benak  Anda bertanya bagaimana bisa menjalaninya...?
Langkah pertama : baca buku tentang keislamn, temui alim ulama yang dipercaya, bergaullah dengan teman seakidah yang wara.


Akhirnya semoga uraian ini bisa menjadi “catatan kecil” dalam melihat realitas kehidupan saat ini. Di tengah banyaknya kelompok islam dan berkobarnya bendera-bendera partai, yang terkadang kita sulit mengidentifikasi, mana yang betul-betul memperjuangkan keadilan, kebenaran dan kesejahteraan, mana yang hanya fatamorgana, mana yang punya prinsif, mana yang hanya ikut-ikutan.
Sebagai muslim ada standar tersendiri dalam memberikan penilaian dan dukungan, tidak asal-asalan, tidak dengan sakit hati, tapi dengan cinta dan kasih sayang, rahmat bagi alam disekitarnya.

Dede Muharam, S.Ag